Sunday, September 04, 2005

Kemeriahan Tujubelasan

Tujuhbelasan selalu menjadi momen yang menggembirakan di lingkungan rumah kami. Salah satu momen yang ditunggu-tunggu selain lebaran idul fitri dan lebaran haji. Maklum kami masih tinggal di lingkungan perkampungan yang (sebagian besar) masih betawi dan agak ndeso.

Sejak empat tahun yang lalu tinggal di tempat ini kami mencoba melibatkan diri dengan acara tujuhbelasan. Pada awalnya kami bertujuan agar lebih mengenal tetangga, lama kelamaan momen ini sudah jadi agenda tahunan keluarga kami. Oh ya, ada cara lain untuk mengenal tetangga, yaitu mengikuti arisan bapak-bapak. Tetapi, saat ini saya sudah mengundurkan diri dari acara mingguan itu karena sering absen dan cuma nitip uang. Saya pikir arisan itu terlalu sering diadakan, terutama buat saya yang harus kerja hampir tiap hari, bahkan sampai malam (he he he he). Sebagian besar dari mereka memang banyak yang kerja temporary atau tidak kerja (kakek-kakek.dan pengangguran). Jadinya, ya fine-fine aja untuk kongkow-kongkow setiap minggu. Ajang ini jadi ajang obrolan ngalor-ngidul dan berbagai gosip lokal. Gila memang, bapak-bapak kampung ini. Rumpi, deh!

Kembali ke tujuhbelasan. Sebelumnya, acara-acara yang diselenggarakan adalah lomba-lomba biasa nan standar seperti balap karung, pukul kendi, makan kerupuk, balap kelereng dan yang lain. Khas tujuhbelasan memang. Tapi, setelah kami datang, kami mengusulkan untuk lomba-lomba yang lebih mendidik buat anak-anak seperti mewarnai, mengarang dan baca puisi. Dan lomba-lomba ini sekarang juga sudah menjadi agenda tahunan yang ditunggu-tunggu oleh anak-anak.

Dan tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya tetap meriah. Anak-anak selalu bersemangat mengikuti berbagai lomba, baik yang sifatnya main-main maupun yang serius seperti lomba mewarnai dan mengarang. Yang tidak kalah antusiasnya adalah para orangtua. Banyak bermunculan ortu yang ambisius dengan berusaha memaksa anak-anaknya untuk menjadi juara dan pulang bawa hadiah.

Ada sebuah keluarga yang ibunya semangat banget men-support anaknya agar menjadi juara dengan berbagai cara. Ibu semacam ini akan sewot berat apabila ternyata anaknya kalah. Dengan ngedumel ia berlalu pada akhirnya, “Ah, biarin deh… tahun ini ngga juara. Tunggu tahun depan!” Rupanya tahun-tahun sebelumnya, keluarga ini selalu menggondol berbagai hadiah untuk setiap anggota keluarganya. Saya melihat dari balik handycam dengan tersenyum geli.

Tapi di sisi lain saya bangga dengan anggota keluarga saya. Tahun ini keluarga saya menggodol satu medali emas dan dua perak. Satu emas dari cabang ambil kelereng dengan sumpit yang dimenangkan isteri saya. Dua medali perak dipersembahkan oleh anak gadis kami satu-satunya dari lomba mewarnai dan peragaan busana muslim. Itu belum ditambah kalo bapaknya ikut turun berlomba juga, pasti bakalan menyabet beberapa medali tambahan. Tunggu tahun depan! (Wah jadi ketularan berambisi seperti ibu bawel itu.). Ngga papa, kami adalah Trio Ambisi. (Oh ya, bukannya ini nama grup penyanyi Batak yang suka main di hotel-hotel menengah. Saya sempat melihat spanduknya di sebuah hotel kecil di bilangan menteng.) Merdeka!