Tuesday, December 30, 2008

10 Tokoh 2008: Teladan Bagi Para Kada

Membaca tulisan Tempo edisi khusus akhir tahun tentang 10 Tokoh 2008 yang terdiri dari para bupati dan walikota yang dianggap berprestasi baik dan bekerja dengan hati, saya sempat menitikkan air mata. Di antara ratusan, bahkan ribuan kepala daerah, segelintir orang ini mengerjakan tugas dan PR-nya dengan sungguh-sungguh dan terlihatlah hasil karyanya dari pendapatan daerah yang meningkat serta kemakmuran rakyatnya semakin nyata. Kalau hal ini memang benar terjadi, teladan ini patut diikuti kada (kepala daerah) lain dan, tentu saja, cakada yang gencar beriklan di sepanjang jalan. 

Saya sempat berandai-andai kalau 25 persen saja, atau bahkan 50 persen dari para kada bekerja seperti mereka, niscaya kemakmuran rakyat Indonesia segera terwujud. Amin.

Sunset Policy: Awak Negara Tiada yang Berubah

Tertarik dengan iklan layanan pendaftaran NPWP bertajuk "Sunset Policy" yang bla-bla-bla itu, saya mendaftarkan beberapa wajib pajak dengan harapan akan mendapatkan layanan yang baik. Waktu melihat adanya fasilitas e-registration di website pajak.go.id, semakin terbitlah harapan dan bayangan bahwa instansi pajak ini cukup modern. Setelah mengikuti serangkaian prosedur yang dinyatakan dalam website hingga mendapatkan Surat Keterangan Terdaftar Sementara, saya mengirimkan print-out surat itu ke KPP Pratama terdekat. 

Beberapa hari setelah mengikuti proses itu, saya bermaksud memeriksa sampai mana nasib pendaftaran itu. Saya mencoba menghubungi hotline 500200, dijawab dengan "nomor yang Anda hubungi sedang sibuk" atau "the number is being repaired..." sampai berkali-kali. Lalu saya mencoba menghubungi nomor telepon KPP Pratama tempat saya mengirimkan SKTS. Sami mawon! Setelah berusaha puluhan kali, baru ada yang mengangkat. Ketika saya sampaikan maksud saya menelepon, dengan sigap disambut jawaban: "Saya hubungkan dengan yang bersangkutan..." Lalu terdengar nada tunggu yang semakin menjengkelkan. Semenit. Dua. Tiga. Empat. Lima menit... Toleransi beberapa detik. Hingga saya tutup gagang telepon dengan tarikan napas menahan kejengkelan. 

"Ya sudahlah... Ternyata perilaku awak negara tetap sama saja. Tidak berubah!"   

Monday, December 22, 2008

Orang-Orang Cibodas







Mereka bekerja seadanya untuk hidup.

Mereka menjalani hidup dengan damai.

Mereka terlihat damai dan tulus.

(photos by Indri)

Saturday, December 20, 2008

Sementara Itu

Orang-orang berjejalan di kereta
Orang-orang berhimpitan di bus kota
Sementara seorang wakil rakyat meluncur lancar
dengan pengawalan

Orang-orang makan siang di warung dan tenda
dengan lauk seadanya, dengan harga semurahnya
Sementara beberapa pejabat rapat di hotel mewah
Habis ratusan juta dalam sekejap

Orang-orang kembali bersepeda
Berupaya turut mengurangi polusi udara
Sementara kepala pemerintahan
menganggarkan (lagi) mobil baru nan mewah

Orang-orang berkorban
Rakyat rela menerima keadaan
Sementara wakil rakyat tak mau menerima
imbalan yang sudah ada
Inginnya selalu bertambah

Orang-orang hidup prihatin
Berupaya seadanya
Sementara para pejabat menutup batin
menghamburkan uang
dengan hidup serba terjamin

Orang-orang mulai pasrah
tak menuntut banyak
Sementara kepala daerah
berlomba-lomba mengerahkan daya
demi dapat memerintah

Kurang apa rakyat berkorban
Kurang apa rakyat hidup prihatin
Kurang apa rakyat mengalah
Negeri ini memiliki rakyat
tak banyak menuntut janji-janji
tak mengharap banyak
rela hidup pasrah

Sementara itu ...

Thursday, November 27, 2008

Apatiskah? Hidup di Negara 'Sendiri'

Suatu hari kami berbincang santai dengan seorang teman. Tentang apa saja. Terutama berita-berita mutakhir semisal penangkapan pejabat yang korupsi, permintaan kenaikan anggaran di DPR, pertikaian karena hasil pilkada dan berita-berita negatif lain. Di akhir perbincangan teman saya bilang, "Ah gak usah mikirin hal begituan. Biarin aja!"

Memang sih, gak perlu mikirin hal-hal begitu karena kalau membahas hal seperti itu pada akhirnya akan merasa sedih dan sakit hati sendiri. Kita merasakan betapa bobroknya negara kita ini.

Setelah itu, teman saya menambahkan: "Anggap saja negara ini gak ada pemerintahnya. Kita jalan sendiri. Usaha sendiri. Gak usah mengharap bantuan mereka."

Byar! Tiba-tiba saya merasa menemukan sesuatu yang selama ini saya rasakan tapi tidak pernah saya sadari. Bukankah selama ini saya sudah melakukan hal itu? Sesedikit mungkin saya mencoba untuk tidak berhubungan dengan yang namanya penguasa dan segala tetek-bengeknya. Saya menjalani hidup dan banyak berhubungan dengan teman-teman dekat dan rekan kerja saya sendiri yang menyenangkan. Mereka sebagian besar bukan orang pemerintahan, karena memang saya tidak banyak punya teman dan sejawat dari kalangan itu.

Yang berkaitan dengan penguasa, paling hanya mengurus perijinan dan membayar pajak (kalau memang sangat dibutuhkan dan terpaksa). Selebihnya, saya hidup di dunia saya sendiri. Yang saya ciptakan sendiri. Sampai-sampai saya tidak pernah hapal nama-nama menteri, apalagi pemimpin partai dan anggota DPR. (Kalau ketemu mereka pun saya gak bakal kenal... Mereka juga gak kenal saya. He he he) Bahkan sistem pemerintahan di negara ini pun saya tidak tahu. Kalau saat ini saya diminta ulangan kewarganegaraan atau PMP (jadul), hasilnya pasti E besar. Gak lulus!

Dan ternyata saya tidak sendiri. Ada banyak teman saya yang menjalani hidup mereka seperti itu. Hidup di 'negara' mereka masing-masing. Kami memang hidup di Indonesia tapi kami mempunyai pemerintahan sendiri. Apatiskah? Hmmm apa pun namanya, saya pikir itu adalah yang terbaik. Yang penting kita melakukan hal-hal baik, tidak melanggar norma sosial dan agama, dan tidak merepotkan pemerintah. Biarkan mereka mengatur diri mereka sendiri, karena mereka baru mampu melakukan itu.

Wednesday, November 19, 2008

90210: Ah Biasa Saja!

Ingat 90210? Hampir bisa dipastikan orang yang mengalami masa remaja dan muda di tahun 90an ingat kode pos terkenal di seantero jagat itu. Kode pos itu jadi ngetop lantaran film seri remaja yang mengambil lokasi di Beverly Hills yang berkode pos90210. Kisah kehidupan remaja kaya di pemukiman elit Amerika ini begitu melekat di hati remaja waktu itu, meskipun kita hanya mampu membayangkan kejadian serupa itu. Benar-benar di awang-awang bagi sebagian besar pemirsa Indonesia.

Percintaan, persaingan, narkoba, seks dan kasus seputar remaja lain mengisi episode demi episode. Sebetulnya yang menjadi pusat cerita adalah Brenda dan Brandon beserta keluarganya yang diibaratkan keluarga ideal.

Setelah sepuluh tahun lebih masa kejayaan BH 90210, kini dibuat kembali film dengan judul serupa dan lokasi yang sama. Film seri ini sekarang berani mengambil judul 90210 saja karena jajaran angka itu sudah begitu terkenalnya. Ceritanya kurang lebih sama, namun kali ini yang menjadi pusat cerita adalah sepasang remaja bersaudara Dixon dan Annie Wilson. Anehnya biarpun bersaudara, mereka berbeda warna kulit karena Dixon yang berkulit hitam diceritakan sebagai anak angkat.

Ceritanya kurang lebih masih sama, seputar masalah remaja yang meliputi percintaan, persaingan dan kenakalan-kenakalan lain. Diceritakan bahwa ayah Wilson bersaudara ini adalah kepala sekolah di West Beverly High School yang baru pindah dari Kansas. Pak Kepsek Harry Wilson tak lain adalah guru di BH versi 90an. Dan masih ingat Kelly yang diperankan Jenny Garth? Dalam film seri versi 2008 ini, dia menjadi guru yang single parent dari 1 anak. Sesekali sahabat bu guru Kelly, Brenda (Shanen Dougherty) yang merupakan tokoh sentral di masa lalu muncul sekilas di episode-episode awal.

Film seri ini jadi terasa biasa saja saat ini karena remaja Jakarta dengan segala perilaku dan pernak-perniknya sudah hampir sama dengan para tokoh dalam film itu. Bahkan banyak yang sudah melebihi (mungkin). Tidak ada lagi impian-impian yang membuat penonton mengandai-andai. Jadinya, film ini tidak seperti diawang-awang lagi. Lebih membumi. Meskipun dalam satu adegan diceritakan seorang ayah menghadiahkan mobil mercy keluaran terbaru karena membatalkan janji untuk liburan akhir pekan. Dua sekaligus, untuk ibu dan anaknya. Wow! Ah, biasa saja... Di Jakarta ada juga kok ayah yang seperti itu.

Thursday, November 06, 2008

Kemenangan Obama: Hologram Reporter di CNN

Hari-hari ini mungkin menjadi hari-hari Obama. Hampir semua orang, media cetak, radio, elektronik, Internet membicarakan kemenangan Obama. Tidak hanya di Amerika. Di seluruh dunia. Demam Obama pun melanda Indonesia sejak beberapa bulan terakhir secara ada kaitan historik dengan kehidupan sang presiden kulit hitam pertama Amerika Serikat itu.

Kemenangan Obama, selain dianggap "making a history", dalam segi teknologi kita bisa melihat pameran kelas dunia yang luar biasa. Mulai dari cara "pencoblosan" yang sudah sarat pemanfaatan teknologi, pemberitaan media, terutama melalui Internet dan televisi, juga tak kalah canggihnya. Sementara di sini, kita masih sibuk memikirkan cara pencoblosan dengan paku atau contreng, pencoblosan di AS sudah menggunakan mesin serupa ATM. Tinggal pencet-pencet dan hasilnya langsung tercatat. Dengan tingkat kesalahan minimal, tentu saja.

Kalau sempat menyaksikan acara pencoblosan hingga penghitungan di jaringan televisi berita CNN, kita akan disuguhi siaran langsung 24 jam yang sama sekali tidak membosankan. Sajian berita sudah menjadi tontonan hiburan yang begitu menyenangkan. Mulai dari hadirnya pembicara yang kompeten dan relevan, reporter dan host yang capable hingga pameran teknologi terkini. Di studio terpampang banyak sekali layar TV lebar (sangat lebar, bahkan) dengan panel sentuh. Dengan cekatan dan mulus setiap host dan reporter mengoperasikan semua alat itu. Semua itu memberi 'update' dalam hitungan detik atas penghitungan suara. Hanya berbeda beberapa menit dari akhir pencoblosan, kita sudah mendapatkan hasil penghitungan yang akurat. Dan segera tahu siapa pemenangnya.

Dan yang sangat mengejutkan adalah hadirnya hologram reporter di studio CNN. Wow! It's really amazing. Reporter CNN Jessica Yellin nan cantik lagi pintar itu tampil secara hologram di studio berbincang dengan host. Sebuah tampilan 'masa depan' yang biasanya hadir di film-film fiksi ilmiah semacam Star Wars. Mereka benar-benar mampu mengemas tayangan yang akan cenderung membosankan menjadi sebuah drama yang layak ditonton. Hmmm kapan ya televisi di sini bisa seperti itu? Yakinlah, dalam periode pemilu berikutnya, TV kita akan mampu melakukan hal yang sama. Yes, we can!

Friday, October 31, 2008

Ketika Musim BB Tiba

Akhir-akhir ini mewabah di sebagian warga Jakarta, mungkin juga di beberapa kota besar lain. Orang-orang merasa ketinggalan kalau tidak menenteng gadget yang berinisial BB. Blackberry! Another BB after all the famous BB's as for Brigite Bardot or Betty Boobs. BB yang ini mungkin sama-sama terlihat sexy. Sexy? Yang lebih tepat mungkin bahenol alias nyempleg (dalam bahasa Jawa) secara bentuk. Bagi saya pribadi, BB gak ada indah-indahnya. Sexy mungkin, kalau yang menggunakan Scarlett Johanson atau Rihanna atau Wulan Guritno. Menurut saya lebih keren secara tampilan, iPhone punya Apple, atau Nokia N95, atau omnia punya Samsung, atau yang terbaru Xperia-nya Sony Ericsson. Mereka lebih futuristik.

BlackBerry (berbagai seri)

Secara teknologi? Sepertinya sama saja dengan handphone jenis smartphone atau kelas high-end lain. Karena belum pernah mencoba, saya tanyakan pada teman yang menggunakannya, apa kelebihan BB? Dia hanya jawab, enak bisa chatting dan cek email dan browsing. Hloh, bukannya dengan handphone yang sudah 3G atau GPRS-pun dengan tambahan software semacam morange, kita juga bisa melakukan hal yang sama, tanpa harus bayar langganan fasilitas blackberry? Iya sih, kata teman saya, tapi gw kan gaptek. Gak ngerti dengan yang begituan. Jadi, kesimpulannya BB untuk mereka yang gaptek (?) Halah, maaf bukan maksud saya menyinggung perasaan dan peranakan Anda.

iPhone

Yang jelas, ini hanya sekadar tren di kalangan tertentu dan (mungkin) sesaat. Keinginan untuk tampil "beda" sekaligus sama dengan para selebriti (konon yang banyak pake alat ini adalah mereka). Ooo ok, selebriti yang ... gaptek. Oops, sorry! I did it agan. Gak kok, banyak kok selebriti yang gak gaptek, yang melek teknologi. Siapa sih yang gak pengin tampil beda dan dianggap mengikuti tren teknologi terkini. Siapa yang gak bangga di akhir e-mailnya ada tulisan "Sent by Blackberry... bla bla bla."


Nokia N95

Omnia-Samsung


Yang jelas, untuk tampil beda dan ngikutin tren ini, pasti butuh biaya lebih. Harga BB sendiri rata-rata di atas HP yang lain, belum ditambah biaya langganan layanannya per bulan. Padahal dengan HP yang sudah 3G (harga 1,5 - 3jtan) dan memanfaatkan software gratisan, kita bisa menikmati chatting, emailing, dan browsing dengan nyaman. Anywhere, anytime sampai BB. BB yang ini adalah Bau Badan. Hwakakakak.

Xperia-SE



Saturday, October 18, 2008

Laskar Pelangi: A Must See Movie

Malam sabtu lalu kami nonton film Laskar Pelangi. Kami berhasil mendapatkan tiket untuk pertunjukan jam 19.00 karena tiket untuk waktu-waktu sebelumnya sudah ludes jauh sebelum jam pemutaran. Ini adalah salah satu fenomena keberhasilan film karya bangsa sendiri setelah AADC, Petualangan Sherina, dan Ayat-Ayat Cinta. Sebelum nonton, saya sudah sempat membaca beberapa resensi di koran, tapi belum sempat membaca bukunya. Meskipun di rumah ada buku itu sejak beberapa tahun silam. He he he...

Keindahan gambar, pesan yang ingin disampaikan dan sisi hiburan dari film ini tak dapat diragukan lagi. Bisa saya katakan ini adalah Film of The Year. Sepanjang film kita diajak menjadi bagian dari perjuangan anak-anak Belitong. Ada sedih, ketawa, dan konyol, layaknya masa kecil dan jaman sekolah yang pernah kita alami dulu. Buat penonton dewasa, kita pasti bisa merelasikan dengan pengalaman kita sendiri yang mungkin serupa atau bisa jadi lebih mengharukan. Buat penonton anak-anak, mereka tetap bisa menikmati pengalaman kelucuan dan kekonyolan anak-anak karena sebetulnya dunia anak-anak tetaplah sama walau berbeda masa dan keadaan. Dan anak-anak tetap bisa melihat dengan pandangan yang jernih terhadap dunia mereka: bermain dan belajar.

Sutradara dan penulis skenario film ini berhasil menangkap dunia anak itu dengan baik. Para pemain pun berhasil meyakinkan penonton. Anak saya (8 tahun) saja terkesan dengan beberapa tokoh dalam film itu: Bu Muslimah, Mahar, Lintang, dan tentu saja Si Ikal. Pemandangan pantai dan pedesaan dalam film ini juga membuat kita lebih mengenal alam negeri kita sendiri. Anak saya jadi selalu teringat dengan alam pantai Belitong saat melihat gambar pantai di televisi.

Pesan yang relevan dengan kondisi bangsa kita saat ini tentang pendidikan dan kepemimpinan meluncur dengan mulus dan cukup menyentil. Misalnya, saat Pak Arfan berbincang dengan Pak Zul, beliau menekankan pentingnya pendidikan yang disampaikan dengan hati, bukan sekadar nilai-nilai. Lalu di lain kesempatan, melalui mulut seorang anak disampaikan bahwa kepemimpinan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah kelak. Film ini berhasil menjadi hiburan dengan pesan dan sindiran yang cerdas.

Justru yang menarik saat menonton film ini kemarin adalah pemandangan sebelum masuk ke dalam ruang pertunjukan. Namanya anak-anak, ada-ada saja tingkah dan polahnya. Ada anak yang selalu marah-marah karena mungkin kesal menunggu. Ada tiga anak bersaudara yang menonton sendiri tanpa ditemani orangtua mereka dan mungkin ini adalah pengalaman menonton pertama mereka karena si kakak selalu bertanya ke sana kemari dan memberi petuah pada adik kecilnya. Ada anak yang berdandan bak mau berpesta, dengan gaun putih dan sepatu boot berhak tinggi. Menonton film ini memang sebuah perayaan, tapi gak perlu se-"lebai" itu lah. Kalau ini mungkin ulah orang tuanya. Ha ha ha. Dan ternyata saat kami keluar sekitar pukul 21.00, masih banyak anak-anak yang menunggu untuk menonton.

Berikut ini komentar jujur dari anak saya. Film-nya bagus, lebih bagus dari Ayat-Ayat Cinta dan film anak lain yang kami saksikan sebelumnya (baca: Liburan Seru). "Mau nonton lagi?" tanya saya. "Mau!" jawabnya seketika. Dan menurutnya adegan yang paling menyentuh adalah saat Lintang mengucapkan perpisahan dengan Bu Muslimah dan teman-teman sekolahnya. Setuju! Itu adalah salah satu adegan yang cukup mengharukan.

Sementara itu komentar kritis anak saya adalah sebagai berikut. "Kenapa sih Lintang berhenti sekolah?" tanyanya. "Karena bapaknya meninggal dan dia harus mengasuh adik-adiknya yang masih kecil," jawab saya berdasarkan cerita dalam film itu. Lalu ia memberi saran, "Kenapa Bu Muslimah gak mengajak Lintang dan adik-adiknya tinggal di rumahnya, biar Lintang masih bisa sekolah." Ha ha ha... Tentang hal ini saya gak bisa berkomentar. Nanti saya tanyakan Om Andrea Hirata yang punya cerita.

Monday, October 13, 2008

Cerita Mudik dalam Gambar (Seri 3 - Tamat)

Kegiatan lain yang ada dalam acara mudik adalah mencari oleh-oleh atau cinderamata. Kita selalu berusaha mencari buah tangan khas apa yang layak dibawa, baik untuk diri sendiri ataupun untuk teman dan tetangga. Mencari oleh-oleh kadang-kadang menjadi hal yang sulit, apalagi jika daerah yang kita datangi atau kunjungi tidak memiliki sesuatu yang unik sebagai buah tangan.

Saya juga selalu menemui kesulitan dalam hal mencari oleh-oleh khas Tuban karena kebanyakan benda yang mencirikan kota pesisir utara ini bukan makanan yang tahan lama, misalnya tuak, legen, dan siwalan. Makanan kletikan (kecil) khas Tuban apa ya? Dulu saya selalu minta dibuatkan ke ibu saya "kemplang." Kemplang Tuban yang saya kenal beda dengan kemplang Palembang. Kemplang Tuban terbuat dari adonan tepung ketan dengan bumbu pedas dan dibentuk lempengan bulat kecil seukuran tutup botol lebih besar sedikit lalu digoreng. Ini adalah snack khas keluarga saya, tidak banyak dijual umum.

Sebetulnya ada gagasan oleh-oleh khas Tuban lain, yaitu kecap cap laron, terasi, gereh (ikan asin). Ada beberapa tempat yang menjual oleh-oleh kering ini, di antara Toko Asih di Jalan Pang. Sudirman dan Toko Hanik di Jl. WR Supratman. Oh ya, ada satu lagi oleh-oleh khas Tuban yang mulai terkenal, yaitu kain atau pakaian bermotif batik gedog. Pakaian atau kaos ini dapat kita temukan di dekat Mesjid Sunan Bonang.

Kalau dari Kediri tentu saja kita bisa membawa tahu Kediri yang memang sudah terkenal, stik tahu (tahu kering yang dipotong panjang-panjang lalu digoreng), dan getuk pisang.

Berikut ini gambar-gambar perburuan oleh-oleh di Tuban, Kediri, dan (juga) Pekalongan karena kami sempat mampir menginap di kota ini.

Suasana di Toko Hanik yang menjual aneka ikan asin, terasi, kecap dan olahan hasil laut lain.
Motif batik gedog khas Tuban.

Toko khusus bakiak di Jalan Dhoho, Kediri yang telah berusia puluhan tahun layak dikunjungi untuk sekadar bernostalgia.


Ingat Pekalongan tentu saja ingat batik. Di Pusat grosir batik Pekalongan kita bisa menemukan batik dengan harga terjangkau hingga yang mahal.

Friday, October 10, 2008

Cerita Mudik dalam Gambar (Seri 2)

Satu ritual mudik yang tak pernah terlewatkan adalah memburu makanan khas. Makanan asli kampung selalu membawa kenangan tersendiri. Berikut ini wiskul kecil-kecilan yang sempat kami nikmati.

Salah satu masakan khas Tuban adalah becek mentog. Becek adalah semacam kari atau gulai tapi dengan cita rasa khas yang menurut Bondan Winarno lebih terasa bumbu kari India-nya hanya agak sedikit lebih cuer (encer). Dan mentog, tentu saja, Anda kenal kan dengan unggas sejenis bebek yang lebih bahenol itu. Makanan lain yang sempat kami coba adalah nus (cumi-cumi) yang dimasak hitam hingga membuat kuahnya berwarna hitam legam (Sayang dokumentasi untuk kedua makanan ini gak ada).

Lalu kami mencoba ke Warunge Pak Bagong yang menyajikan santapan lele dan nasi jagung. Lele di sini dimasak pedas-asem yang juara banget. Bikin ketagihan! Nasi jagung menambah rasa sensasional tak biasa. Setelah itu ditutup dengan es legen yang menyejukkan di tengah Kota Tuban nan panas. (Warunge Pak Bagong terekomendasi dengan gambar belut lima)


Sajian standar lain di Tuban adalah bakso. Kami sempat mencoba salah satu juara bakso "Goyang Lidah." Warung yang terletak di Jl WR Supratman ini menyajikan juga nasi goreng yang rasanya tidak kalah dengan nasi goreng kelas resto di Jakarta.


Makanan khas Kediri tidak kalah juara. Ada nasi tumpang untuk pengisil perut di pagi hari. Sayuran daun singkong, kangkung, pepaya muda dan taoge disiram dengan "dressing" yang diramu dari tempe bosok membuat lidah menari-nari. Buat yang pertama kali merasakan pasti ada reaksi menolak, tapi begitu sudah terbiasa... ditanggung klepek-klepek. Nagih, bo. Kalau ingin mencoba wiskul eksotis, boleh tuh nasi tumpang ditambah sate bekicot. Alamak! (nasi Tumpang Mbok Reki di JL Brawijaya rekomen dengan gambar bekicot lima)


Selain nasi tumpang, kami juga mencoba gado-gado Mbok Mad di samping Sri Ratu. Gado-gadonya bener-bener khas. Siraman bumbu kacangnya yang ringan membuat "lupa-lupa-ingat" hingga ingin mencoba lagi, lagi, dan lagi. (Rekomendasi dengan gambar taoge tiga)



Rujak cingur Kediri juga tak kalah menantang. Ada banyak warung menyediakan menu "salad Jawa" dengan tambahan kikil (cingur) ini. Warung Bu Hesti di Ronggowarsito dan beberapa tempat di emperan Jalan Dhoho patut dicicipi. (Rekomendasi: Di seberang Toko Perahu Jl Dhoho dengan gambar cingur empat).


Thursday, October 09, 2008

Cerita Mudik dalam Gambar (Seri 1)

Tahun ini kami mudik lebaran dengan berkendara mobil dari Jakarta-Kediri-Tuban. Cukup melelahkan walau tak terlalu terjebak macet karena kami berangkat H-5 dan kembali H+6. Pengalaman setahun sekali ini selalu membawa kenangan.

Ini adalah sebagian gambar sebagai oleh-oleh.

Kali Brantas yang membelah Kota Kediri.


Jembatan tua yang menghubungkan wilayah wetan dan kulon Kediri.


Salah satu sudut Jalan Dhoho, tempat wisata belanja, di Kediri.




Jajaran toko jadul yang masih menyemarakkan Jalan Dhoho. Meskipun saya tidak mempunyai kenangan terhadap toko-toko ini, saya dapat merasakan suasana masa lalu melalui cerita orang-orang yang mengalaminya.


Pak Istadi pemilik Toko Semeru yang menjual barang-barang dari kayu, batok dengan antusias menghibur pembeli dengan permainan harmonikanya. Beliau juga mampu melakukan trik sulap sederhana yang cukup menghibur.


Si bok (panggilan ibu untuk orang Madura) penjual rujak cingur di Jalan Dhoho ini dengan antusias melayani pembeli yang sabar mengantri.

Wednesday, September 24, 2008

Laporan tentang Bukber di SCBD

Senin kemarin teman-teman kuliah ngadain bukber (buka bersama) atau bubar (buka bareng) di Sari Kuring SCBD, Jakarta. Udah lama juga gak ketemu sebagian besar teman yang akan hadir. Setelah melalui perjalanan panjang Kelapa Gading - Semanggi bersama Yani dan Asep, kami nongol sebagai komplotan yang tertinggal, pasalnya di ruang VIP (yang telah dipesan Desimon) telah hadir dedengkot MA86. Macet, macet, macet! biasa...

Yah, terpaksa kami mengais-ngais sisa makanan yang masih lumayan banyak. Ini pesan makanannya kebanyakan atau yang makan sebelumnya pada ja'im? Ada gurame goreng, ikan patin, udang goreng tepung, cah kangkung, tahu goreng, lalapan, kolak dan yang lain. Mr. Pete dan Miss Jengki hadir gak ya waktu itu? Secara Yani sudah order jauh-jauh hari. He he he.

Setelah sesi UP (urusan perut) kelar, mulai deh pembahasan nostalgia-gak-karuan-yang-justru-paling-asyik. Mulai dari cerita siapa yang jadi petir (penghuni terakhir) di angkatan kami, dan sepertinya jatuh ke tangan Syafrizal setelah Desrias baru sadar di saat terakhir. Lalu yang gak kalah seru adalah sesi momen "coba-tebak-siapa-ingat". Di sini ada kejadian-kejadian lucu yang gak terlupakan bagi sebagian orang atau semua orang. Peristiwa 'Ujian Pake Konde' saya pikir itu monumental. Apalagi dibumbui asumsi -asumsi alasan pemakaian konde itu. Hwakakakakak... sarana contekan? Atau trik mengganggu konsentrasi peserta ujian yang lain? Halah!

Sesi 'Masih-Ingat-Dosen-Ini?' juga gak kalah sadis. Di sesi ini kami mengungkap kebiasaan nyeleneh para dosen. Ada Pak Pamuntjak yang tubuhnya (lumayan tambun) selalu menutupi tulisannya sendiri di papan tulis hingga membuat kami ngelongok ke sana-sini. Pas udah kelihatan jelas, eh doi hapus tuh tulisan tanpa rasa bersalah. Belum lagi ngebayangin Pak Sembiring yang ngomongnya gak jelas secara sembiringan. Pak Rawuh, yang menurut Yani, pernah mengadu kekuatanVW kodoknya dengan angkot-angkot secara ia lupa jalur (Ingat Pak, Bandung bukan Amrik). Hwekekekek...

Situasi semakin memuncak saat kehadiran Lusi yang mulai tidak mengenali siapa teman, siapa lawan. Hayah! Dan ia merasa lebih tua di antara kami, padahal kita seangkatan, Lus. Asumsi Sugi: "Lo, lulus duluan sih... jadi sekarang merasa lebih tua." Gerrrr! Ada aja!

Akhirnya, kami menyudahi perbuatan kami yang senonoh dan tak senonoh sebelum kami bertambah gila dan harus masuk lagi ke karantina.

Pemain kesebelasan:
Desimon - penyandang dana (Thanks, bro)
Sugi - pemicu tawa yang kagak ada matinya
Maman - celetukannya masih ampuh
Ahsan - "Ih, kenapa lho kok jadi kaya' gini?" asked Lusi.
Lusi - masih serius...
Novi - masih centil secentil Dian Sastro
Yani - petasan banting
Lani - mesam-mesem aja, jeung
Anita - tetap bijak aja
Gw - masih ... (oks)
Asep - lumayan tambun, mau nyaingi Desimon-tok!

Wednesday, September 17, 2008

Buku Kenangan = Friendster

Jaman dulu, waktu SMP atau SMA, kita sering punya buku yang isinya biodata lengkap teman kita atau kenalan baru. Buku ini bisa disebut buku kenangan atau buku memory atau nama-nama lain yang intinya serupa. Isi standarnya adalah nama, alamat, tanggal lahir, hobby, warna kesukaan dan yang gak kalah penting, di bagian akhir suka ada sebaris atau beberapa baris kalimat yang sering kita sebut kata-kata mutiara. Hwakakakakak...

Buku ini selain memuat biodata teman, juga diselingi dengan lirik lagu yang lagi ngetop. Bisa ditulis sang pemilik buku kenangan, bisa juga sumbangan dari pengisi buku. Udah gitu, di akhir lirik lagu lazimnya dihias dengan gambar vignet. Hiyahahaha...

Tapi, kalau saya pikir-pikir ternyata kebiasaan manusia sepanjang masa itu tetap sama, cuma sarananya aja yang beda. Semakin hari, semakin canggih. Kalau jadul (jaman dulu) ada buku kenangan, jakin (jaman kini) ada yang namanya Friendster (FS), facebook, myspace, multiply dan aplikasi jejaring sosial lain. Coba perhatikan, isinya kurang lebih sama kan? Cuma sekarang lebih canggih. Pengisinya dan pembacanya gak sebatas teman sekolah atau teman yang ketemu waktu persami, tapi teman dari seluruh dunia. Kalau dulu ada lirik lagu dan vignet-nya, sekarang ada aplikasi tambahan berupa audio atau video dan ilustrasi penghias halaman ajang gaul maya itu.

Women Can't Read A Map

Setelah baca "Driving Miss Crazy"-Ratih.

Ini adalah salah bukti "Women Can't Read A Map." Cerita ini terjadi beberapa tahun silam, ketika kami (saya dan beberapa teman) sedang ambil sebuah short course di Cambridge, UK. Di sana kami tinggal di rumah induk semang, semacam indekos lah. Dan kami tinggal terpisah-pisah. Gak ngumpul dengan teman-teman lain.

Di Cambridge kami menyewa sepeda untuk sarana transportasi, selain murah juga mengasyikkan. Lagian, Cambridge adalah kota kecil yang kalau dikelilingi pakai sepeda cuma butuh beberapa menit. Jalan-jalannya gak terlalu ramai dan ini yang paling penting, ada jalur khusus untuk sepeda. Jadi aman-suparman! Setelah sekitar seminggu kami tinggal di Cambridge, sepulang dari tempat kursus, salah satu temanku, Yudi (perempuan) bilang, "Dik, anter aku pulang dong."

"Hloh, kamu gak bawa sepeda?" tanyaku.
"Bawa, tapi aku selalu nyasar kalo pulang."
"Hah? Kamu gak bawa peta?"
"Bawa, tapi tetap aja nyasar."
"Lalu saat berangkat gimana?"
"Bareng sama teman serumah."

Kasihan juga...

Lalu saya antar Yudi ke rumahnya, eh ke tempat indekosnya, ding. Padahal tempat Yudi ini sebetulnya gak terlalu jauh dari tempat kursus. Cuma memang melalui banyak perempatan. Dalam tiga hari berturut-turut Yudi bersepeda mengikutiku di belakang saat pulang dari tempat kursus. Setelah itu, baru ia tahu jalan pulang. Halah! Anak yang aneh... He he he

Wednesday, September 10, 2008

Pawang Ular: Wanted!

Beberapa hari lalu, pada suatu malam anak saya, Naura saat sedang menonton TV tiba-tiba dikejutkan dengan kehadiran seekor ular. Betul! Ular beneran... bukan di TV. Ular itu nongol dari balik celah yang ada di plafon dekat dapur . Ular itu, menurut Naura, berwarna hitam dengan besar kepala sekepalan tangannya. Lidahnya menjulur-julur. Serem... Naura seketika berlari memanggil ibunya. Malam itu kebetulan saya belum pulang.

Isteri saya lalu menelpon saya, dan saya menelpon tukang yang sering membantu pekerjaan perbaikan rumah. Sebelum sang tukang datang, isteri saya ke tempat tetangga dan bercerita perihal kedatangan tamu tak diundang itu. Beberapa remaja berbondong-bondong masuk ke rumah bermaksud mencari ular itu. Si tukang dan beberapa remaja naik ke atas wuwungan sambil membawa senter dan pemukul. Setelah meneliti setiap sudut wuwungan, ular itu tidak ditemukan. Sepertinya mereka kalah gesit dengan si ular.

Saat saya datang, kami hanya bisa membahas dan memperbincangkan kehadiran ular itu di teras sambil minum-minum dan menikmati makanan ringan. Penyelesaian sementara, celah itu ditutup. Akan tetapi, hingga saat ini kami selalu dibayang-bayangi si ular itu. Apa lagi anak saya yang sempat menyaksikan langsung.

Kehadiran ular di rumah kami sebetulnya sudah terhitung tiga kali. Yang pertama, beberapa bulan sebelumnya, pada suatu malam, isteri saya melihat sekelebat di tangga teras saat akan turun memanggil tukang roti. Yang kedua, kami melihat kulit ular pada suatu pagi, di sela-sela tanaman di taman depan rumah. Maklum tempat tinggal kami memang masih dekat kebun di sekitar Setu Babakan.

Ada yang pernah ngalami hal serupa? Please help us, Mr Pawang Ular!

Sunday, September 07, 2008

Tiba-tiba Dia Menghentikan

Beberapa hari lalu saya mendapat job menerjemahkan dari seorang dokter melalui seorang rekan. Awalnya saya minta ke sang dokter melalui rekan saya untuk memperlihatkan terlebih dahulu naskah yang akan diterjemahkan. Saya takut terlalu banyak istilah kedokteran yang tidak saya mengerti. Setelah melihat fotokopian bagian naskah berbahasa Inggris itu, saya menyanggupi pekerjaan tersebut. Melalui rekan saya itu, kami bernegosiasi fee dan tenggat, yang pada akhirnya kami sepakati. Meskipun sebetulnya tenggat dua minggu itu terasa begitu ketat. Mengingat, waktu saya tidak untuk pekerjaan itu saja. Namun, Insya Allah, saya bisa menyelesaikannya.

Setelah itu, tentu saja saya mengatur jadwal hidup saya dengan sangat cermat. Pendeknya, lumayan ngebut demi menyelesaikan job itu, sambil tetap menyelesaikan hal-hal lain. Setelah sekitar seminggu, dan saya telah menyelesaikan hampir separuh bagian buku tersebut, saya mendapat kabar dari rekan saya, kalau sang dokter membatalkan job tersebut. OMG, sempat saya tidak bisa berkata apa-apa.

Setelah saya renungkan sejenak, mungkin ini bukan rezeki saya, dan beberapa halaman yang telah saya kerjakan sepertinya sia-sia. Lalu daripada lembaran ini terbuang percuma, saya memutuskan, dan menelpon rekan saya: "Tolong, hasil terjemahan saya ini diberikan pada si dokter dan terserah pada dia... apa yang akan dia lakukan."

Kita tunggu apa yang akan terjadi selanjutnya...

Sunday, August 31, 2008

Ramadhan Mubarak!

"O you who believe! Fasting is prescribed for you as it was prescribed for those before you, that you may become pious." (Holy Quran, 2:183)


Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan, mohon maaf lahir dan batin.


Didik & Keluarga

Koneksi Dunia Maya di Tuban

Waktu pulkam kemarin, saya merasa ada perubahan besar terhadap kota tercinta, Tuban. Not phisically but cyberly. Secara fisik, Tuban masih seperti tahun lalu, terakhir saya pulang. Jalan-jalan masih sama, paling tambah beberapa bangunan di sana sini, bukan gedung-gedung tinggi tapi ruko-ruko dan beberapa rumah yang telah direnovasi.

Yang saya maksud perubahan cyberly adalah kemudahan akses internet di beberapa titik di kota tua ini. Di alun-alun sudah dipasang wi-fi sehingga kita bisa membawa laptop dan terhubung ke dunia maya dengan cuma-cuma. Wuihh... keren kan? Dengar-dengar, seluruh alun-alun kabupaten di Jawa Timur sudah menjadi hot-spot gratisan.

Saat mendengar kabar itu sebelum kepergian ke Tuban, saya sudah mempersiapkan membawa piranti penjelajahan ke alam maya. Apa lagi, saat itu saya sedang dikejar deadline ngedit buku dari sebuah penerbit besar berinisial G. Tak lupa saya membawa sim card cadangan, just in case wi-fi di Tuban ngadat atau ternyata kabar yang saya dengar itu cuma isapan jempol kaki gajah.

Hari pertama datang ke rumah, setelah menyelesaikan urusan ono-ini dengan keluarga, saya berniat mencoba kenikmatan dunia (boleh ditambah maya juga) ini. Sore hari bersiaplah saya menuju alun-alun yang letaknya sebetulnya gak terlalu jauh dari rumah. Mana ada sih jarak yang jauh di Tuban. Tapi, iseng-iseng saya nyalakan laptop dan tombol pencari jaringan (namanya apa ya ini dalam bahasa kerennya?) dulu di kamar rumah. Dan kling... tertangkap sebuah jaringan "nirkawat". Coba tebak dari mana? Ternyata dari SMA Negeri 1 tercinta, yang letaknya memang tidak terlalu jauh dari rumah. Meskipun tanda kekuatan jaringan-nya cuma 1 strip, saya coba untuk menghubungkan diri. Lalu saya buka penjelajah maya "rubah api". Voila, it works! It works!

Ya sudah akhirnya saya putuskan untuk kerja dan mengirim "surel" (surat elektronik) - wuih sudah lama saya gak pakai istilah ini - di rumah aja. Gak perlu ke alun-alun.

Gak nyangka, di kota sekecil Tuban saya menemukan saluran penghubung ke seluruh dunia. Melebihi apa yang saya alami saat muda dulu. Waktu itu saya menemukan penghubung ke dunia di luar Tuban hanya dari koran, majalah dan radio. Kini, saya tidak cuma bergaul dengan Jakarta dan Indonesia, tapi dengan seluruh dunia secara GRATIS. Dunia ini memang terasa semakin kecil ...

Saturday, August 30, 2008

Penyanyi komat-kamit

Akhir-akhir ini banyak penyanyi Indonesia yang tampil di TV melakukan lip sync alias cuma komat-kamit menirukan suara yg keluar dari player. Sepertinya ini sebuah kemunduran. Mengingatkan pada acara musik TVRI jadul. Penonton dikelabui dengan suara merdu seperti aslinya dalam kaset. Padahal suara yang benar-benar asli dari sang penyanyi kagak karuan. Apa lagi pada era 80-an waktu itu banyak penyanyi "karbitan" yang hanya mengandalkan wajah. Suaranya dipoles sana-sini jadi serba melengking seragam. Keseragaman ini gak cuma model suara dan lagu, tapi juga model sampul kasetnya. Standar banget.

Kembali ke masalah lipsync, di antara penyanyi yg sering saya saksikan melakukannya adalah Mulan Jameela (d/h Mulan Kwok), terus Dewi-Dewi di awal-awal pemunculannya. Meskipun sekarang kelompok vokal (bukan kelompok komat-kamit ya) ini mulai mencoba setengah-setengah menyanyi live. Dan beberapa penyanyi baru lainnya.

Kalau gak hanya komat-kamit, biasanya penyanyi jenis ini kalau sedang tampil langsung (live) sering banget melemparkan mike ke arah penonton pada nada-nada tinggi yang tidak mampu mereka capai. Sebuah trik yang terlalu ketahuan.

Padahal keindahan menonton penyanyi tampil live terletak pada "keaslian" suaranya. Kadang-kadang kalau penyanyi yang bagus, justru suara live-nya terdengar lebih bagus dari suara rekaman di CD/kaset. Seakan-akan ada "jiwa"-nya.

Tapi, ya sudahlah, gak usah berharap terlalu banyak pada sebagian penyanyi jenis komat-kamit itu.

Saturday, August 23, 2008

Hanya itu yang dapat saya sampaikan

Pagi itu, saat mendengar kabar bapakku sakit, aku biasa saja. Benar-benar tidak ada perasaan apa-apa. Selama ini saya sudah (berusaha) siap menghadapi "perpisahan" seandainya saat itu tiba. Dalam beberapa tahun terakhir kondisi kesehatan Bapak memang kurang baik. Maklum umur yang menjelang 80 tahun, pasti membawa dampak kesehatan yang tak prima lagi.

Hingga dalam perjalanan berangkat kerja, istri saya mengingatkan apa tidak sebaiknya saya pulang kampung, menjenguk Bapak. "Ini kesempatan untuk banyak beramal pada orangtua," ujarnya. Seperti disentil jaringan perasaan saya. Bergetar... dan menetes air mata.

Ya, ini kesempatan (mungkin terakhir) untuk beramal pada Bapak saya! Sepanjang perjalanan ke kantor hingga saat di kantor pikiran saya tidak tenang. Akhirnya saya mengurus segala sesuatu untuk pulang kampung.

Sesampai di rumah di kampung halaman, betapa tak terbayangkan kondisi Bapak. Begitu lemah, terkulai... dengan dua kaki lumpuh. Kuperhatikan foto sekitar tujuh tahun yang lalu, Bapak menggendong Naura, anak saya. Masih gagah. Dengan lengan yang kekar.

Kini, untuk makan, buang air kecil atau besar harus dibantu. Bahkan untuk membalikkan badan pun harus ada orang lain yang menolong.

Ya Allah yang mahadaya, saya hanya bisa memohon sedikit kekuatan untuk Bapak saya. Kekuatan menghadapi segala kemungkinan yang Engkau berikan.

"Banyak menyebut asma Allah ya, Pak." Hanya itu yang sanggup saya sampaikan.

Thursday, August 14, 2008

10 PW Bestsellers (paperback)


1 Playing for Pizza. Grisham, John

2 Turbulent Sea. Christine Feehan

3 Cry Wolf. Patricia Briggs

4 Play Dirty. BROWN Sandra

5 You've Been Warned. James Patterson and Howard Roughan

6 The Manning Brides. Debbie Macomber

7 Left to Die. Lisa Jackson

8 The Sanctuary. Raymond Khoury

9 Nights in Rodanthe. Nicholas Sparks

10 Sweet Spot. Mallery, Susan

Random House's Controversial Cancellation of book about Muhammad's Wife

Yesterday (August 12) was supposed to be the pub date of Sherry Jones's first novel, The Jewel of Medina, a work of historical fiction depicting the life of A'isha, the pre-pubescent seventh century wife of the prophet Muhammad. The book was abruptly cancelled by its publisher Ballantine this past May, an event that went relatively unnoticed until the cancellation was featured in an August 6 Wall Street Journal opinion piece, "You Still Can't Write About Muhammad," by Asra Q. Nomani. In the piece, Nomani wrote: "The series of events that torpedoed this novel are a window into how quickly fear stunts intelligent discourse about the Muslim world."

Trouble started for the book only after galleys were sent out for blurbs in April. One recipient, Denise Spellberg—a professor at the University of Texas and an expert on A'isha—read the book and strongly objected to liberties Jones took with the historical record, in particular with the portrayal of A'isha as a warrior. Spellberg, who is under contract with Knopf, to write a nonfiction book about Thomas Jefferson's personal copy of the Koran, called her editor, complaining that the book altered history, suggesting it was potentially as dangerous as Salman Rushdie's The Satanic Verses. After consulting with experts, Random House terminated the book, citing security risks. On June 21, Jones signed a termination agreement that returned the books rights to her. Unusually, it included a gag order preventing her from discussing the terms. The original contract with Ballantine was for two books, Jewel and a sequel, and was reportedly valued at $100,000.

The brouhaha that resulted after the August 6 WSJ opinion piece has been enormous, many accusing Random house of surrendering to Muslim radicalism. Random House deputy publisher Thomas Perry said in a statement the company received "cautionary advice not only that the publication of this book might be offensive to some in the Muslim community, but also that it could incite acts of violence by a small, radical segment. In this instance we decided, after much deliberation, to postpone publication for the safety of the author, employees of Random House, booksellers and anyone else who would be involved in distribution and sale of the novel."

Jones is now shopping The Jewel of Medina elsewhere. Publishers in Italy, Spain and Hungary have purchased rights, and she said her agent has received calls from interested parties.

By Ed Nawotka, Religion BookLine -- Publishers Weekly, 8/13/2008

[Adapted from a longer story by Nawotka in the August 18 PW issue and from a feature in the August 13 American-Statesmen.)


Wednesday, August 06, 2008

Curhat Colongan Naura

Malam itu kami, saya dan istri, sedang mempersiapkan acara lomba tujuhbelasan di lingkungan yang memang sudah menjadi agenda tahunan. Salah satu lombanya adalah menghias topeng untuk anak kelas 2 dan 3 SD. Kami lalu berembug tentang warna topeng dan segala pernak-pernik untuk menghiasnya.

Naura, anak kami, yang akan turut menjadi peserta mendengar materi yang akan dilombakan. Tiba-tiba dia protes karena warna topeng yang akan kami gunakan adalah hitam. Keputusan memilih warna topeng ini bertujuan menantang kreativitas anak-anak.

Kami lalu menjelaskan alasan tersebut. Naura tidak bisa terima dan memberi alasannya sendiri. Menurutnya, warna hitam sulit diwarnai dan tidak akan jadi bagus nantinya. Lalu kami menjelaskan yang intinya itu tadi: "semakin sulit, semakin menantang kreativitas."

Naura masih tidak bisa terima dan berkata-kata dengan menangis sesenggukan. Ia menambahkan alasan mengapa ia menolak warna hitam, "Saya tidak akan menang kalau topengnya hitam!"

"Gak papa, Nak, kalau kamu tidak menang nantinya," ujar kami, "Yang penting kamu sudah berusaha."

"Gak mau!" teriak Naura sambil masih sesenggukan.

"Kalau Naura merasa tidak bisa, gak ikut juga gak papa,"

"Nggak, nggak mau!"

Dan kata-kata yang sempat terlontar di antara tangisan Naura berikutnya sungguh mengagetkan saya.

"Selama ini saya di kelas selalu kalah... Kenapa Haula (teman Naura) yang selalu juara! Huk huk huk."

Blar!!! Kata-kata itu begitu menyentak. Sebuah "curhat colongan" dari Naura. Jadi selama ini Naura merasa sebagai "pecundang" di kelas. Padahal kami gak pernah memaksanya menjadi "juara" atau semacamnya.

Kami sudah bangga dengan apa yang telah kamu lakukan, Nak. Dengan menunjukkan usahamu dan berniat untuk menjadi anak yang solehah sudah cukup bagi kami.

Sunday, August 03, 2008

Tawaran Menarik dari Speedy

Akhirnya, telkom speedy ngasih tawaran menarik buat pelanggannya, terutama yang berlangganan limited. Terhitung sejak 1 Agustus 2008 hingga 31 Januari 2009, pelanggan speedy "gratis" koneksi internet dari jam 20.00 hingga 08.00 WIB. Apabila kita log-in di atas jam 20.00 dan berakhir sebelum jam 08.00 maka kuota kita tidak akan berkurang. Bebas mau ngapain aja, surfing, download, atau main game online. Wuiiih asyik khan.

Saya sudah mencobanya dan ketika saya cek penggunaan internet di atas jam 09.00 hari berikutnya, kuota saya tidak berkurang. Lumayan... Namun, sayangnya penawaran ini hanya berlaku untuk pelanggan di Jadebotabek dan Purwakarta (kalau gak salah?).

Wednesday, July 30, 2008

Game untuk HP Gratis

Bagi yang suka mengoleksi game di handphone, boleh mencoba download dari MobileRated.

mobilerated

Site ini menyediakan lumayan banyak koleksi game dan application berbasis Java untuk berbagai tipe HP. Dan yang paling penting, semua itu gratis tis tis tis. Memang tampilan game di HP akan muncul beberapa tawaran iklan, tapi bisa kita skip.

Beerikut ini beberapa game yang layak di-download:

- 2008 World Soccer: Tampilan game ini sangat keren layaknya game main bola di VideoGame atau PC Game.


- Roller Coaster Rush: Game ini mengajak kita menjadi "braker" (tukang menjalankan rollercoaster) handal dengan menaklukkan rollercoaster di Australia, Perancis, dan Amerika Serikat.

- 4x4 Extreme Rally 3D: Lumayan buat kebut-kebutan offroad.


Selamat ber-game ria.

Tuesday, July 29, 2008

Semua ada yang mengatur

Suatu hari saya sedang membaca sebuah majalah. Tiba-tiba saya merasa tidak nyaman dengan bacaan di depan mata saya. Bukan karena topiknya, bukan pula karena bahasa dalam tulisannya. Saya mencoba mengalihkan perhatian ke hal lain. Lalu kembali mencoba membaca. Dan ketaknyamanan itu masih ada. Saya mencoba menjauhkan majalah itu dari jarak mata saya. Tiba-tiba semua terasa lebih jelas. Ya Tuhan, saya sudah seperti "kakek-kakek."

Saya menghentikan aktivitas baca saya. Dan mulai berkata pada diri sendiri. "Saat itu telah datang. Begitu cepatnya..." Salah satu tanda bertambahnya usia mulai terasa. Saya mengaca diri di cermin. Guratan kulit di atas alis... Kantung kelopak mata menggayut... Hmmm...

Saya tak hendak menafikkan kodrat. Saya hanya menyadari bahwa saya tak muda lagi. Ketakutan-ketakutan manusiawi berloncatan dari pikiran. Bagaimana seandainya ajal itu segera datang. Bagaimana dengan nasib anakku, bagaimana dengan kehidupan istriku, bagaimana dengan keluargaku... Walau sebetulnya kematian tidak ada kaitan dengan hitungan angka usia. Ia bisa datang kapan saja.

Tiba-tiba beberapa waktu lalu saya disentak curhatan serupa dari seorang teman. "Bagaimana kalau saya pergi terlebih dahulu, sementara anak-anak saya masih belum mapan. Karena selama ini saya menjadi tulang punggung keluarga." Begitu kira-kira cerita seorang teman. Lalu ia bercerita tentang usaha yang ia rintis sendiri, tanpa bantuan suami sebagai kepala keluarga. Dan cerita panjang lebar itu diakhiri dengan: "Sebetulnya saya sudah lelah."

Tentu saja, saya mencoba mengobati "luka" teman saya dengan sepotong kalimat mujarab: "Semua sudah ada yang mengatur." Kata-kata ini memang jawaban mutlak. Hanya saja, kita sering menyadarinya hanya sebagai kata-kata. Tidak lebih. Untuk menerimanya secara ikhlas, perlu usaha keras.

Saya tahu dari ceritanya, teman saya adalah jenis isteri bekerja yang sukses. Ia telah berhasil membangun usaha sendiri yang pada akhirnya menghidupi keluarganya. Menafkahi anak dan suaminya. Secara materi tidak kekurangan.

Lalu saya yakinkan teman saya, "Seorang isteri yang bekerja, sebetulnya ia tidak berkewajiban membagi hasil jerih payahnya untuk keluarga karena wanita tidak mempunyai tanggungjawab memberi nafkah keluarga. Tetapi, seandainya ia menyisihkan uangnya sedikit saja untuk keperluan keluarga... itu adalah sedekah yang tak ternilai besarnya."

"Maka ikhlaskan saja. Lillahi ta'ala."

Tentang ketakutan-ketakutan kematian itu, kita memang sering dengan congkak mengambil peran Yang mahakuasa. Seolah-olah kita tahu apa yang akan terjadi pada orang-orang terdekat sepeninggal kita. Lalu kita berandai-andai. Lalu kita menyiap-nyiapkan. Menulis skenario yang sebetulnya tak kita perlukan. Hanya suratan Tuhan-lah yang pada akhirnya berlaku.

"Semua sudah ada yang mengatur. Dan itu bukan kita."

(Untuk istriku yang selalu menjadi inspirasiku.)

Transjakarta VS The Tube


Transportasi umum di Jakarta sebetulnya sudah "menuju" nyaman. Saya sebut menuju karena belum sepenuhnya. Adanya bis transjakarta (yang sering disebut bas-we) cukup menolong juga, meski harus ada banyak perbaikan. Selain rute yang gak benar-benar steril, ada beberapa hal yang patut dibenahi, yaitu peta rute dan penunjuknya di dalam bis. Orang yang baru pertama kali menggunakan bis tije atau orang yang baru datang ke Jakarta pasti kelabakan saat menggunakan sarana ini.


Mengapa tidak mencontoh bis atau kereta underground di London. Orang yang baru pertama kali datang ke London dan menggunakan sarana transportasi ini pasti akan sangat terbantu dengan tersedianya peta kecil di dekat loket pembelian karcis dan adanya gambar rute di dalam bus yang sangat jelas dan akurat. Di bas-we memang ada gambar rute dan "suara mbak-mbak" pemberitahu halte tempat pemberhentian selanjutnya, tapi saya rasa itu sekadar ada. Tidak dimanfaatkan. Tidak dioptimalkan. Bahkan suara "mbak-mbak" itu kadang dinyalakan, kadang tidak atau kadang tidak sesuai dengan kenyataan, kecepatan atau kelambatan.
logo tije

logo underground

Rute underground di London itu sangat kompleks, banyak sekali pertemuan jalur dengan berbagai jenis kereta (ada 12 jenis kalo gak salah), tapi herannya peta kecil yang khas itu sangat membantu dan menjelaskan. Sangat komunikatif. Dan satu lagi... so stylish. Mereka rupanya sadar betul semua hal, sekecil apa pun ditata dengan penuh estetika sehingga layak dikoleksi dan bisa menjadi penanda yang unik. Bahkan informasi di website-nya sangat jelas dan membantu.

Salah satu stasiun The Tube

Mudah2an impian sarana transportasi umum yang nyaman seperti di London, Paris atau New York segera terwujud di Jakarta.


Link ke site The Tube (London Underground): The Tube


Peta TransJakarta

Link ke site bis transjakarta: TiJe

Monday, July 28, 2008

"Dark Knight" fastest to $300 million


LOS ANGELES (Reuters) - Batman buried his rivals at the North American box office for a second weekend on Sunday, racing past $300 million in a record 10 days.

The Caped Crusader's blockbuster outing, "The Dark Knight," sold an estimated $75.6 million worth of tickets during the three days beginning Friday, taking its total to $314.2 million, distributor Warner Bros. Pictures said.

A week after it scored a record-breaking $158 million opening, "The Dark Knight" added a new title to its impressive list of superlatives: the best second weekend, surpassing the holiday-boosted $72 million haul of 2004's "Shrek 2."

The $180 million movie, which stars Christian Bale as Batman and late actor Heath Ledger as the anarchic Joker, has reportedly been drawing strong repeat business, and also has piqued the interest of people who avoid superhero flicks or rarely go to the movies at all.

"The Dark Knight" now ranks as the second-biggest movie of the year, just behind the $315 million haul of "Iron Man," and the 23rd-biggest of all time.

The previous speed record for a $300 million film was 16 days set by "Pirates of the Caribbean: Dead Man's Chest" in 2006. The next target is $400 million, which took "Shrek 2" 43 days to reach. Warner Bros. distribution president Dan Fellman predicted "The Dark Knight" would take just 18 days to reach that milestone.

"Where we go from there, it's uncharted waters," Fellman said.

The last movie to break $400 million was the 2006 "Pirates of the Caribbean" movie, which ranks No. 6 on the all-time list with $423 million. The 1997 epic "Titanic" leads the field with $601 million.

Sunday, July 27, 2008

Radiohead: The Best Of

Recently I am enjoying radiohead (the best of)... Here's one of my fave songs from them,

"There There"
in pitch dark i go walking in your landscape.
broken branches trip me as i speak.

just because you feel it doesn't mean it's there.

just because you feel it doesn't mean it's there.

there's always a siren
singing you to shipwreck.
(don't reach out, don't reach out)

steer away from these rocks we'd be a walking disaster.
(don't reach out, don't reach out)
just because you feel it doesn't mean it's there.

(there's someone on your shoulder)
just because you feel it doesn't mean it's there.
(there's someone on your shoulder)

there there
why so green and lonely?
heaven sent you to me.

we are accidents
waiting waiting to happen.
we are accidents waiting waiting to happen.

Thursday, July 24, 2008

Tentang Ibu: Pertemuan Terakhir

Back to 1997... waktu itu saya akan tugas ke Jember, Jatim, provinsi kelahiran saya. Ketika mau berangkat, saya sempat telepon rumah, yang terima Bapak saya. "Pak, saya mau tugas ke Jember dan sekitarnya. Insya Allah sebelum ke Jember saya mampir ke Tuban dulu."

Karena satu hal, saya harus langsung ke Jember, tidak ke rumah dulu. Saya sempat menghubungi rumah lagi. Dan yang terima Bapak. "Gimana kabar Ibu?" tanyaku. "Alhamdulillah, baik. Hanya sedikit kurang enak basan," kata Bapakku. "Saya mau bicara sama Ibu, Pak," pintaku. Lalu jeda sejenak. "Ibu lagi tidur-tiduran," jawab Bapak. "Oh, ya sudah... salam aja," ujarku, "Tiga hari lagi saya pulang."

Setelah 2 hari tugas di Jember, ada telepon dari rumah, dan kebetulan saya hanya mendapat pesan saja dari orang di kantor cabang. (Maklum waktu itu HP belum begitu familier). Pesannya: "Ibu saya sakit, diminta pulang."

Bergegas saya pulang ke Tuban... Di perjalanan perasaan saya sudah tidak enak. Pasti ada sesuatu... Perjalanan Jember - Tuban terasa amat panjang...

Ketika memasuki kota kelahiran dan mendekati jalan tempat rumah saya berada, perasaan saya semakin tak menentu... Gambaran yang ada dalam pikiran saya tapi selalu berusaha saya tepis, menjadi kenyataan. Di depan rumah saya banyak orang berkerumun. Beberapa wanita berkerudung, yang laki-laki mengenakan peci.

"Ya Allah, Gusti yang mahakuasa... saya ikhlas Kau telah memanggil ibuku."
Hanya saja, air mata tetap saja mengalir deras...

Wednesday, July 23, 2008

Renungan di Hari Anak Nasional

Pagi ini saya nonton Nuansa Pagi di RCTI yang menampilkan feature dalam rangka Hari Anak Nasional. Dalam feature tersebut digambarkan seorang anak bernama Edi yang tinggal di Tangerang sudah tidak bersekolah lagi. Dia sempat bersekolah hingga kelas 5 SD dan karena alasan kemampuan ekonomi keluarganya, ia berhenti. Lalu ia membantu orangtuanya dengan 'angon' kerbau di sawah dan jadi buruh batu bata. Ia biasanya meng-'angon' di sawah dan ladang dekat sekolah di pagi hari. Bila anak-anak sekolah mulai berdatangan, ia berpindah ke tempat yang agak jauh.

Ketika pembawa acara menanyakan apakah ia masih ingin sekolah. Edi menjawab dengan mata menerawang dan berkaca-kaca: "Ya, ingin..." Dan kalau melihat teman-teman sekolah gimana? "Sedih."

Hmmmm sedih juga mendengarnya... Di negara yang 'makmur' ini, masih banyak anak-anak seperti Edi yang tidak mampu mengenyam pendidikan. Bahkan di usia masih bocah, ia harus bekerja membanting tulang demi membantu ekonomi keluarga.

Sementara di luar sana, bapak-bapak dan ibu-ibu 'yang terhormat' sibuk mencari akal menyelamatkan dana milyaran rupiah agar tidak tertangkap KPK. Edi dan teman-temannya sibuk mencetak batu bata yang upahnya hanya 30ribu rupiah untuk 1.000 batu bata.

Coba kita renungkan...

Tuesday, July 22, 2008

Mereknya ternyata ....

Ngomong-ngomong tentang Bandung, waktu ibu saya pertama kali jenguk saya kost di Bandung, saya antar deh jalan2 di pusat perbelanjaan di Bandung. Biasalah, namanya ibu-ibu melihat barang2 serba bagus dan murah di bandung langsung kalap. Beli ini, beli itu. "Ih murah nih," ujarnya penuh semangat.

Waktu bongkar hasil belanjaan, ibu dengan bangga memamerkan beberapa pasang bra (saya sebut pasangan ya? Kalo ngga, ntar cuma separo...). "Biasanya gak boleh nih bra merek ini dengan harga segini," kata ibu saya penuh rasa kemenangan.


Lalu saya iseng-iseng ikut memeriksa bra itu, siapa tau ada yang pas buat... ehm... ehm... bukan buat saya tentu saja. Setelah saya periksa-periksa, mata saya tertuju pada tulisan mereknya. Sepintas mirip banget tuh sama "Triumph." Tapi, setelah disimak dengan seksama ternyata... "Trampil"!!! Hwakakakakak...

PS: emang sih itu tempat buat tangan-tangan yang trampil...

Mie Kocok Paling Uenak (Rekomendasi Teman Gw)


Pada suatu sore yang melelahkan, terjadi 'obrolan tukang cendol' di YM antara gw dan teman gwyang sama2 alumni bandung. Berikut ini live reportnya!

djadjasubagdja: mie kocok haji amsar is the best
djadjasubagdja: kalo ke bandung, dari alun-alun lurus aja ke arah barat
Dijoe: dekat apa?
Dijoe: sampe mana sudirmannya?
djadjasubagdja: sampai ampir ke batas kota
djadjasubagdja: jadi +/- 8 km dari alun-alun
djadjasubagdja: kan, dari alun-alun, perempatan banceuy terus ....
djadjasubagdja: perempatan oto iskandar dinata, terusss...
djadjasubagdja: perempatan gardu-jati, terusss
djadjasubagdja: perempatan kelenteng, teruuuus
djadjasubagdja: pertigaan pasar andir, terusssss
djadjasubagdja: pertigaan jamika, teruuuusssss
djadjasubagdja: nah, kira-kira 1 km dari pertigaan jamika ada SD Raya Barat
djadjasubagdja: nah mie kocok H. amsar ada di sebrang SD tsb
djadjasubagdja: seporsinya 15 rebu
djadjasubagdja: saya ke situ sejak kecil

Demikian, semoga bisa bermanfaat dan memenuhi selera Anda.

Friday, July 18, 2008

Twitter: What are you doing?

Ajang gaul maya terkini: twitter. Saya terprovokasi juga untuk memanfaatkannya. Twitter membuat kita bisa selalu terhubung dengan teman-teman, keluarga, dan kolega kita. Mengetahui apa yang sedang mereka lakukan.



Silakan, bila ingin mencoba: www.twitter.com dan follow saya dengan nama: didik_dj.

My twitter: http://twitter.com/didik_dj

The New York Times calls Twitter "one of the fastest-growing phenomena on the Internet." TIME Magazine says, "Twitter is on its way to becoming the next killer app," and Newsweek noted that "Suddenly, it seems as though all the world's a-twitter." What will you think?
Loading...
Winamp windows Media Player Real Player QuickTime Web Proxy
Song (artist/title):
Dedicated to:
Your name:
Your E-mail: