Sunday, August 31, 2008

Ramadhan Mubarak!

"O you who believe! Fasting is prescribed for you as it was prescribed for those before you, that you may become pious." (Holy Quran, 2:183)


Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan, mohon maaf lahir dan batin.


Didik & Keluarga

Koneksi Dunia Maya di Tuban

Waktu pulkam kemarin, saya merasa ada perubahan besar terhadap kota tercinta, Tuban. Not phisically but cyberly. Secara fisik, Tuban masih seperti tahun lalu, terakhir saya pulang. Jalan-jalan masih sama, paling tambah beberapa bangunan di sana sini, bukan gedung-gedung tinggi tapi ruko-ruko dan beberapa rumah yang telah direnovasi.

Yang saya maksud perubahan cyberly adalah kemudahan akses internet di beberapa titik di kota tua ini. Di alun-alun sudah dipasang wi-fi sehingga kita bisa membawa laptop dan terhubung ke dunia maya dengan cuma-cuma. Wuihh... keren kan? Dengar-dengar, seluruh alun-alun kabupaten di Jawa Timur sudah menjadi hot-spot gratisan.

Saat mendengar kabar itu sebelum kepergian ke Tuban, saya sudah mempersiapkan membawa piranti penjelajahan ke alam maya. Apa lagi, saat itu saya sedang dikejar deadline ngedit buku dari sebuah penerbit besar berinisial G. Tak lupa saya membawa sim card cadangan, just in case wi-fi di Tuban ngadat atau ternyata kabar yang saya dengar itu cuma isapan jempol kaki gajah.

Hari pertama datang ke rumah, setelah menyelesaikan urusan ono-ini dengan keluarga, saya berniat mencoba kenikmatan dunia (boleh ditambah maya juga) ini. Sore hari bersiaplah saya menuju alun-alun yang letaknya sebetulnya gak terlalu jauh dari rumah. Mana ada sih jarak yang jauh di Tuban. Tapi, iseng-iseng saya nyalakan laptop dan tombol pencari jaringan (namanya apa ya ini dalam bahasa kerennya?) dulu di kamar rumah. Dan kling... tertangkap sebuah jaringan "nirkawat". Coba tebak dari mana? Ternyata dari SMA Negeri 1 tercinta, yang letaknya memang tidak terlalu jauh dari rumah. Meskipun tanda kekuatan jaringan-nya cuma 1 strip, saya coba untuk menghubungkan diri. Lalu saya buka penjelajah maya "rubah api". Voila, it works! It works!

Ya sudah akhirnya saya putuskan untuk kerja dan mengirim "surel" (surat elektronik) - wuih sudah lama saya gak pakai istilah ini - di rumah aja. Gak perlu ke alun-alun.

Gak nyangka, di kota sekecil Tuban saya menemukan saluran penghubung ke seluruh dunia. Melebihi apa yang saya alami saat muda dulu. Waktu itu saya menemukan penghubung ke dunia di luar Tuban hanya dari koran, majalah dan radio. Kini, saya tidak cuma bergaul dengan Jakarta dan Indonesia, tapi dengan seluruh dunia secara GRATIS. Dunia ini memang terasa semakin kecil ...

Saturday, August 30, 2008

Penyanyi komat-kamit

Akhir-akhir ini banyak penyanyi Indonesia yang tampil di TV melakukan lip sync alias cuma komat-kamit menirukan suara yg keluar dari player. Sepertinya ini sebuah kemunduran. Mengingatkan pada acara musik TVRI jadul. Penonton dikelabui dengan suara merdu seperti aslinya dalam kaset. Padahal suara yang benar-benar asli dari sang penyanyi kagak karuan. Apa lagi pada era 80-an waktu itu banyak penyanyi "karbitan" yang hanya mengandalkan wajah. Suaranya dipoles sana-sini jadi serba melengking seragam. Keseragaman ini gak cuma model suara dan lagu, tapi juga model sampul kasetnya. Standar banget.

Kembali ke masalah lipsync, di antara penyanyi yg sering saya saksikan melakukannya adalah Mulan Jameela (d/h Mulan Kwok), terus Dewi-Dewi di awal-awal pemunculannya. Meskipun sekarang kelompok vokal (bukan kelompok komat-kamit ya) ini mulai mencoba setengah-setengah menyanyi live. Dan beberapa penyanyi baru lainnya.

Kalau gak hanya komat-kamit, biasanya penyanyi jenis ini kalau sedang tampil langsung (live) sering banget melemparkan mike ke arah penonton pada nada-nada tinggi yang tidak mampu mereka capai. Sebuah trik yang terlalu ketahuan.

Padahal keindahan menonton penyanyi tampil live terletak pada "keaslian" suaranya. Kadang-kadang kalau penyanyi yang bagus, justru suara live-nya terdengar lebih bagus dari suara rekaman di CD/kaset. Seakan-akan ada "jiwa"-nya.

Tapi, ya sudahlah, gak usah berharap terlalu banyak pada sebagian penyanyi jenis komat-kamit itu.

Saturday, August 23, 2008

Hanya itu yang dapat saya sampaikan

Pagi itu, saat mendengar kabar bapakku sakit, aku biasa saja. Benar-benar tidak ada perasaan apa-apa. Selama ini saya sudah (berusaha) siap menghadapi "perpisahan" seandainya saat itu tiba. Dalam beberapa tahun terakhir kondisi kesehatan Bapak memang kurang baik. Maklum umur yang menjelang 80 tahun, pasti membawa dampak kesehatan yang tak prima lagi.

Hingga dalam perjalanan berangkat kerja, istri saya mengingatkan apa tidak sebaiknya saya pulang kampung, menjenguk Bapak. "Ini kesempatan untuk banyak beramal pada orangtua," ujarnya. Seperti disentil jaringan perasaan saya. Bergetar... dan menetes air mata.

Ya, ini kesempatan (mungkin terakhir) untuk beramal pada Bapak saya! Sepanjang perjalanan ke kantor hingga saat di kantor pikiran saya tidak tenang. Akhirnya saya mengurus segala sesuatu untuk pulang kampung.

Sesampai di rumah di kampung halaman, betapa tak terbayangkan kondisi Bapak. Begitu lemah, terkulai... dengan dua kaki lumpuh. Kuperhatikan foto sekitar tujuh tahun yang lalu, Bapak menggendong Naura, anak saya. Masih gagah. Dengan lengan yang kekar.

Kini, untuk makan, buang air kecil atau besar harus dibantu. Bahkan untuk membalikkan badan pun harus ada orang lain yang menolong.

Ya Allah yang mahadaya, saya hanya bisa memohon sedikit kekuatan untuk Bapak saya. Kekuatan menghadapi segala kemungkinan yang Engkau berikan.

"Banyak menyebut asma Allah ya, Pak." Hanya itu yang sanggup saya sampaikan.

Thursday, August 14, 2008

10 PW Bestsellers (paperback)


1 Playing for Pizza. Grisham, John

2 Turbulent Sea. Christine Feehan

3 Cry Wolf. Patricia Briggs

4 Play Dirty. BROWN Sandra

5 You've Been Warned. James Patterson and Howard Roughan

6 The Manning Brides. Debbie Macomber

7 Left to Die. Lisa Jackson

8 The Sanctuary. Raymond Khoury

9 Nights in Rodanthe. Nicholas Sparks

10 Sweet Spot. Mallery, Susan

Random House's Controversial Cancellation of book about Muhammad's Wife

Yesterday (August 12) was supposed to be the pub date of Sherry Jones's first novel, The Jewel of Medina, a work of historical fiction depicting the life of A'isha, the pre-pubescent seventh century wife of the prophet Muhammad. The book was abruptly cancelled by its publisher Ballantine this past May, an event that went relatively unnoticed until the cancellation was featured in an August 6 Wall Street Journal opinion piece, "You Still Can't Write About Muhammad," by Asra Q. Nomani. In the piece, Nomani wrote: "The series of events that torpedoed this novel are a window into how quickly fear stunts intelligent discourse about the Muslim world."

Trouble started for the book only after galleys were sent out for blurbs in April. One recipient, Denise Spellberg—a professor at the University of Texas and an expert on A'isha—read the book and strongly objected to liberties Jones took with the historical record, in particular with the portrayal of A'isha as a warrior. Spellberg, who is under contract with Knopf, to write a nonfiction book about Thomas Jefferson's personal copy of the Koran, called her editor, complaining that the book altered history, suggesting it was potentially as dangerous as Salman Rushdie's The Satanic Verses. After consulting with experts, Random House terminated the book, citing security risks. On June 21, Jones signed a termination agreement that returned the books rights to her. Unusually, it included a gag order preventing her from discussing the terms. The original contract with Ballantine was for two books, Jewel and a sequel, and was reportedly valued at $100,000.

The brouhaha that resulted after the August 6 WSJ opinion piece has been enormous, many accusing Random house of surrendering to Muslim radicalism. Random House deputy publisher Thomas Perry said in a statement the company received "cautionary advice not only that the publication of this book might be offensive to some in the Muslim community, but also that it could incite acts of violence by a small, radical segment. In this instance we decided, after much deliberation, to postpone publication for the safety of the author, employees of Random House, booksellers and anyone else who would be involved in distribution and sale of the novel."

Jones is now shopping The Jewel of Medina elsewhere. Publishers in Italy, Spain and Hungary have purchased rights, and she said her agent has received calls from interested parties.

By Ed Nawotka, Religion BookLine -- Publishers Weekly, 8/13/2008

[Adapted from a longer story by Nawotka in the August 18 PW issue and from a feature in the August 13 American-Statesmen.)


Wednesday, August 06, 2008

Curhat Colongan Naura

Malam itu kami, saya dan istri, sedang mempersiapkan acara lomba tujuhbelasan di lingkungan yang memang sudah menjadi agenda tahunan. Salah satu lombanya adalah menghias topeng untuk anak kelas 2 dan 3 SD. Kami lalu berembug tentang warna topeng dan segala pernak-pernik untuk menghiasnya.

Naura, anak kami, yang akan turut menjadi peserta mendengar materi yang akan dilombakan. Tiba-tiba dia protes karena warna topeng yang akan kami gunakan adalah hitam. Keputusan memilih warna topeng ini bertujuan menantang kreativitas anak-anak.

Kami lalu menjelaskan alasan tersebut. Naura tidak bisa terima dan memberi alasannya sendiri. Menurutnya, warna hitam sulit diwarnai dan tidak akan jadi bagus nantinya. Lalu kami menjelaskan yang intinya itu tadi: "semakin sulit, semakin menantang kreativitas."

Naura masih tidak bisa terima dan berkata-kata dengan menangis sesenggukan. Ia menambahkan alasan mengapa ia menolak warna hitam, "Saya tidak akan menang kalau topengnya hitam!"

"Gak papa, Nak, kalau kamu tidak menang nantinya," ujar kami, "Yang penting kamu sudah berusaha."

"Gak mau!" teriak Naura sambil masih sesenggukan.

"Kalau Naura merasa tidak bisa, gak ikut juga gak papa,"

"Nggak, nggak mau!"

Dan kata-kata yang sempat terlontar di antara tangisan Naura berikutnya sungguh mengagetkan saya.

"Selama ini saya di kelas selalu kalah... Kenapa Haula (teman Naura) yang selalu juara! Huk huk huk."

Blar!!! Kata-kata itu begitu menyentak. Sebuah "curhat colongan" dari Naura. Jadi selama ini Naura merasa sebagai "pecundang" di kelas. Padahal kami gak pernah memaksanya menjadi "juara" atau semacamnya.

Kami sudah bangga dengan apa yang telah kamu lakukan, Nak. Dengan menunjukkan usahamu dan berniat untuk menjadi anak yang solehah sudah cukup bagi kami.

Sunday, August 03, 2008

Tawaran Menarik dari Speedy

Akhirnya, telkom speedy ngasih tawaran menarik buat pelanggannya, terutama yang berlangganan limited. Terhitung sejak 1 Agustus 2008 hingga 31 Januari 2009, pelanggan speedy "gratis" koneksi internet dari jam 20.00 hingga 08.00 WIB. Apabila kita log-in di atas jam 20.00 dan berakhir sebelum jam 08.00 maka kuota kita tidak akan berkurang. Bebas mau ngapain aja, surfing, download, atau main game online. Wuiiih asyik khan.

Saya sudah mencobanya dan ketika saya cek penggunaan internet di atas jam 09.00 hari berikutnya, kuota saya tidak berkurang. Lumayan... Namun, sayangnya penawaran ini hanya berlaku untuk pelanggan di Jadebotabek dan Purwakarta (kalau gak salah?).