Wednesday, December 26, 2007

Renungan akhir tahun 2007

Sudah lama saya tidak berhubungan dengan teman-teman lama. I mean, teman-teman yang benar-benar lama, uhmm... like some old school friends. Biasanya kalo pulkam lebaran atau sejenisnya, saya paling hanya bertemu accidentally dan tanpa cerita-cerita panjang yang mendalam. Paling sekadar basa-basi, hi-hey-hello.

Baru pada Lebaran lalu saya sempat bertemu atau lebih tepatnya bertamu ke salah satu teman lama. Awalnya, hanya sapa-cerita biasa yang keluar. Tak lama kemudian ia menceritakan kembali kejadian beberapa tahun silam. Tentang masa kuliah, masa mencari kerja, masa pernikahan yang telah ia lewati. Saya hanya sebagai pendengar yang baik, tanpa mengimbangi dengan cerita yang saya miliki sendiri. Saya benar-benar tersentuh dengan apa yang ia ceritakan. Ia bercerita bagaimana teman kami si A ternyata naksir dia, teman kami si B ternyata juga punya perasaan yang sama. Sampai akhirnya terjadi 'tragedi cinta segitiga.' Lalu bagaimana ia menjalani pekerjaan sebagai seorang kasir, berjualan kue, menjadi penjahit saat suaminya terkena PHK. Bagaimana ia menyemangati suaminya untuk percaya diri kembali dan meraih kesuksesan. Uh, what a story!

Tidak cukup sampai di situ. Ia juga cerita tentang jatuh-bangunnya rumah tangga yang mereka upayakan bersama sang suami, yang kebetulan juga kakak kelas kami. Dan semua itu berhasil mereka lalui dengan baik... sejauh yang saya dengar. Kini, saya lihat keluarga mereka terlihat bahagia dengan dua anak yang manis dan pintar.

Beberapa waktu lalu saya (baru) gabung dengan milis alumni SMA. Saya tidak terlalu aktif posting. Dari milis ini saya hanya meng-update kabar dan perkembangan sekitar kota kelahiran saya, Tuban, dan tentu saja cerita adik-adik atau kakak-kakak alumni. Dari sana, saya tahu ternyata alumni SMA saya tersebar di berbagai pelosok negeri, bahkan dunia. Tentu saja, saya menyadari ini bisa saja terjadi. Amazingly, tiba-tiba ada yg posting dari Jepang, Papua, Kalimantan, Bekasi, Baturaja, dan so many other places I never imagine before. Oh gosh, wong Tuban menyebar ke mana-mana!

Dari milis itu juga akhirnya saya ber-YM dengan beberapa orang teman (lebih tepatnya chat-buddies sedaerah asal). Beberapa orang mengabarkan telah membuka atau mempunyai beberapa usaha, merintis sebuah organisasi, menggelar acara besar, mempunyai koneksi dengan politikus anu dan itu. Wow! You've all already done great jobs!

Tiba-tiba, saya balik melihat ke diri saya sendiri. Apa yang telah saya lewati, saya jalani, saya lakukan selama ini? It's just a small thing no one notice. Comparing to them, gak ada apa-apanya deh. Saya merasa seperti ditampar dan diteriaki: "Hey, apa yang telah kamu lakukan selama ini? Kamu hanya buang-buang waktu saja!"

Berhari-hari saya merenungi. Setiap kali saya ingat itu tiba-tiba saya merasa rendah, merasa kecil... Ada sedikit iri... Kalau kembali ke masa silam, saya dengan berbagai prestasi yang menurut saya lebih baik daripada mereka. Dengan segala kemudahan yang pernah saya dapatkan, kok ternyata akhirnya sekarang saya cuma seperti ini. Saya tahu, sebetulnya gak boleh bersikap dan berpikiran seperti itu. Tapi, it's very human, right?

Hingga suatu hari, saya sedang meeting dengan klien. Setelah berjabat tangan saling memperkenalkan diri, tiba-tiba salah satu klien saya berucap: "Beberapa hari lalu saya googling nama Anda, dan ternyata Anda yang... blah blah blah.... Wow! Hebat, ya!" Hah? Saya tersentak kaget! Ada orang yang memperhatikan "my small things." Hebat, menurutnya? Padahal selama ini saya anggap itu pekerjaan rutin biasa. Gak ada yang istimewa.

Dari situ saya mulai berpikir kembali. Hal-hal yang selama ini saya anggap remeh temeh ternyata buat sebagian orang adalah sesuatu. Berarti. Prestasi. Mungkin selama ini saya kurang menghargai pekerjaan saya sendiri. Mungkin selama ini saya terlalu melihat ke orang lain dan membandingkan apa yang saya miliki dengan punya mereka. Dan di mata kita, grass always look greener on the other side. Dan itulah yang mungkin membuat saya kurang bersyukur.

On the other hand, sikap saya yang merasa kecil dibandingkan orang lain membuat saya terpacu untuk melakukan hal-hal yang lebih bermakna. Meminimalisasi 'kesia-siaan' yang mungkin selama ini terlalu banyak saya lakukan. Memanfaatkan waktu dengan lebih efektif. (Saya sebetulnya tidak terlalu suka dengan kata-kata ini. Tapi apa boleh buat, itu yang paling pas.) Dan hidup serta menjalani kehidupan dengan lillahi ta'ala. (Terimakasih buat isteriku yang selalu mengingatkan itu.) Insya Allah.

Tuesday, November 13, 2007

Gantilah dengan Ajakan yang Halus

Sudah sekitar empat bulan anak kami, Naura (7th), les piano tapi gak seperti awalnya akhir-akhir ini dia tidak terlalu antusias untuk bermain. Sepertinya setiap kami minta untuk latihan di rumah, ia berusaha mengelak. Apa yang terjadi ya? Kalau toch mau berlatih, paling hanya 1-2 kali permainan setelah itu ia beralih ke permainan lain.

Kami lalu mencari bagaimana cara agar ia mau dan giat berlatih lagi. Hingga akhirnya kami menyadari bahwa cara kami "menyuruh" lah yang membuat ia enggan. Selama ini kami menyuruh ia berlatih seperti saat mau belajar ulangan sekolah. "Ayo, Naura latihan, nanti main pianonya gak lancar lho!"

Kami akhirnya mengganti kalimat perintah itu dengan ajakan, seperti "Aduh, ibu sepertinya pengin istirahat ditemani suara piano nih." Atau "Yuk, kita duet. Naura yang main piano, bapak yang nyanyi." Begitulah, ternyata kalimat pendekatan yang berbeda itu membawa dampak yang berbeda pula. Naura dengan senang hati memainkan lagu-lagu klasik sederhana seperti Ode to Joy, The Swing, Hunting Song. Mnegalun kembalilah di rumah kami alunan suara piano meski masih suka sedikit "keseleo-keseleo" nada. Alhamdulillah...

Cara ini juga akan kami terapkan saat mengajak Naura belajar pelajaran sekolah. Insya Allah, dia tak terlalu merasa terbebani dengan pelajaran yang memang berat itu.

Monday, November 12, 2007

Ini beberapa oleh-oleh foto dari kampung halaman, Tuban, Jatim.

1. The City Square

2. Masjid Jami'




3. The street