Monday, April 11, 2005

Inikah Indonesia kita?

Minggu pagi. Pesta ulang tahun anak seorang teman. Kami tidak kenal dengan semua tamu, kecuali sang pengundang dan keluarganya. We’re completely strangers in a crowd. Untungnya, Naura, anak saya, bisa bergabung dalam pesta. Ia ikutin permainan, nyanyian dan teriakan-teriakan. Biasanya ia agak sulit beradaptasi, tapi kali ini tidak. Tapi, itulah anak-anak. Cepat akrab!

Sementara saya menyelinap di antara tetamu dan makanan. Tidak berusaha kenal dengan mereka. Hanya senyam-senyum sana-sini. Basa-basi. Itulah orangtua. Penuh basa-basi.

Di antara kerumunan ayah-ayah dan ibu-ibu muda, sebagian besar memang tamu datang dari kelompok ini, saya menguping sebuah pembicaraan. Sebetulnya lebih tepatnya bukan menguping, tapi memang mendengar karena mereka berbicara cukup keras hingga bisa didengar dalam radius 2-3 meter. Begini, kurang lebih, pembicaraan itu.

Ayah berkacatamata (AB): “Lo, kenal Sadam (bukan nama sebenarnya), ngga?
Ibu berkacatamata juga (IBK): “Ya, gue kenal.”
AB: “Doi tuh manajer di kantor gue yang ngga mau terima suap.”
IBK: “Militan!”

Lalu Si AB bercerita panjang lebar modus operandi dari cara penolakan sang manajer yang ogah disuap ini. Dalam hati, saya bangga mendengar cerita tindakan sang manajer. Huray! Tapi, Si AB mengakhiri ceritanya dengan nada agak mencibir. Ditambah istri AB yang berdandan menor melengkapi cerita dengan sebaris kata-kata: “Strange, unusual person!”

Lalu mereka yang bercerita dan beberapa yang mendengar (tidak termasuk saya, tentu saja) menampakkan wajah setuju. Dalam bayangan yang lebih dramatis dan tragis yang saya bentuk sendiri, mereka mengangkat tinggi-tinggi gelas dan bersulang: “Cheers! Hidup persuapan! Musnahlah manusia yang ogah disuap!”

OMG, hidup dimanakah kita ini? Inikah gambaran norma yang sedang berlaku? Saya langsung merasa bukan berasal dari kelompok mereka. Bukannya saya merasa sok bersih dan sok suci. Terus terang, saya juga melakukan kesalahan. Tapi, untuk menceritakan sebuah peristiwa suap-menyuap dengan nada yang pro seperti itu? Dan sikap anti terhadap orang yang ogah disuap? Ngga bakal saya lakukan! Meskipun, misalnya saya terlibat dalam sebuah persuapan, saya masih akan anggap itu sebuah aib yang tidak patut dibanggakan. Ah, ya sudahlah… Mudah-mudahan itu sekadar cerita dan saya salah menangkap ekspresi dari mereka. Saya terlalu melebih-lebihkan.

Pikiran saya lalu melintas (kembali) ke sebuah acara kongkow2 dengan teman2 lama. Hey Rena, Mar, Angka, Din dan beberapa yang lain! Waktu itu kita cerita ngalor-ngidul tentang kondisi bangsa ini dan akhirnya sampai pada sikap untuk mencegah KKN dengan tindakan yang dimulai dari kita sendiri, dari yang kecil dan mulai saat ini juga. I am really proud of you all, guys. Adegan itu masih tertanam kuat dalam pikiran saya. Dan selalu menjadi pencegah untuk melakukan hal-hal negatif di seputar KKN. Insya Allah.

Pagi ini saya baca di koran tentang seseorang yang cukup dikenal dan duduk dalam sebuah komite tertentu ditangkap karena terlibat sebuah peristiwa persuapan. Kembali saya menarik napas dalam-dalam. Inikah dunia kita, Indonesia kita, tetangga kita? Bukan, ini bukan dunia saya, bukan Indonesia saya, bukan tetangga saya.

No comments: