Wednesday, April 27, 2005

Visiting UK: My New Life in Cambridge (1)

Minggu pagi. Tiba di Heathrow. Setelah menunggu beberapa saat, penjemput datang. Penjemput kami adalah seorang sopir taksi. Dan yang bikin gw kaget dia adalah seorang perempuan, namanya Linda. Cantik. Rambut pirang. Tinggi sedang. Nama taksinya Rose Taxi. Ada gambar bunga mawar merah di badan taksi itu. Agak norak, memang. Padahal gw berharap naik London Cab hitam yang terkenal itu. Tapi, ya sudahlah… si Linda ini sudah jadi hiburan tersendiri. Sepertinya, Rose Taxi adalah semacam Avon untuk taksi. Company for women, gitulah.

Sepanjang perjalanan menuju Cambridge Linda bersikap sangat ramah. Ia menjelaskan tempat dan keadaan yang kami lewati. Dan ini perlu dicatat, Linda tidak pernah menanyakan apa tujuan kami datang ke Cambridge atau nanya umur atau status hubungan kami serta pertanyaan personal lain. Itulah beda orang bule dengan kita. Mereka ramah tanpa harus mencampuri urusan orang lain.

Pemandangan yang kami lalui sebetulnya ngga ada yang istimewa karena kami melalui jalan tol atau kalo di Inggris disebut dengan motorway. Jadi yang ada Cuma tanah-tanah lapang dengan pepohonan merah kecoklatan karena musim gugur. Diselang-seling dengan bangunan pabrik atau rumah-rumah kecil. Tapi, di mata gw pemandangan itu sangat istimewa karena baru pertama kali melihatnya.

Setelah sekitar dua jam perjalanan, taksi mulai memasuki Cambridge. Sebelumnya gw ngga pernah ngebayangin kaya’ apa kota ini, selain kota yang penuh dengan kampus dan mahasiswa. Kesan pertama gw terhadap Cambridge adalah kota kecil, sepi dan agak membosankan. Kebetulan kami tiba di hari minggu, hari bermalas-malasan bagi warga kota sekecil Cambridge.

Kami melalui jalan-jalan di tengah kota Cambridge yang lengang. Lalu tiba di rumah yang bakal ditempati Yudi. Oh ya, kami mengambil program homestay dari sebuah sekolah bahasa Inggris yang cukup dikenal (sekarang) di Indonesia, EF. Rumah di Fairfax Street terlihat seragam. Kuno dan kelabu. Begitulah bangunan community house buat sebagian besar warga Inggris.

Lalu, Linda mengantar gw menuju High Street, ke boarding house gw. High Street berada agak di pinggiran kota. Tapi lingkungan di sini lebih meriah dibandingkan Fairfax Street, tempat Yudi. Sepanjang jalan ada supermarket, laundry house, chinese restaurant dan beberapa café serta bar. Bangunan rumah yang bakal gw tempati ngga jauh beda dengan rumah-rumah lain, sebuah community house yang terdiri dari 2-3 rumah dalam satu bangunan dua lantai. Mirip flat kecil. Kalo sering merhatiin film-film Inggris pasti kebayang bentuknya.

Setelah memencet bel pintu rumah, seorang ibu-ibu paruh baya membuka pintu. She is going to be my “new mom”. Ann Edwards namanya. Ibu satu ini sangat ramah, baik hati dan energik meskipun usianya sudah tidak muda lagi, lima puluhan. Setelah bersalaman, Ann membawa gw mengenali lingkungan rumah yang ada di lantai dua. Sebetulnya rumahnya ngga terlalu besar. Ada dua kamar tidur, dapur, satu kamar mandi, ruang tamu yang merangkap jadi ruang tengah dan ruang makan.

Mungkin sudah jadi prosedur standar atau Ann nganggap gw datang dari negara dunia ketiga, sehingga dia perlu menjelaskan semua piranti yang ada di rumah. Sebetulnya sangat sederhana dan sudah sering kita temui sehari-hari, seperti buka kran, nyalain kompor, nyetel tv dan beberapa peraturan lain di rumah. Ok, no problem mom. Sekalian sebagai bahan pelajaran bahasa Inggris gw yang saat itu cukup minim. Sekarang pun, masih teuteup …

No comments: